TIK

PENINGKATAN KEMAMPUAN APRESIASI SASTRA MELALUI PEMANFAATAN MULTIMEDIA BERBASIS TIK

BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, fokus dan subfokus, perumusan masalah, dan manfaat penelitian.

A. Latar Belakang Masalah
Dalam kurikulum 2013 pembelajaran sastra baru akan dimulai pada kelas VII. Artinya pada SD pembelajaran sastra ditinggalkan. Pembelajaran sastra baru mulai diajarkan tingkat SMP, padahal kalau mau membangun minat dan bakat peserta didik mestinya diajarkan sejak SD sebagai pondasi/ fundamen sastra. Penyajian materi sastra di sekolah dari kurikulum sebelumnya sampai dengan kurikulum yang berlangsung saat ini, yaitu kurikulum 2013 tetaplah pembelajaran sastra yang sifatnya implisit sehingga diperlukan interpretasi-interpretasi guru bahasa Indonesia. Kurikulum tidak memberikan porsi yang banyak terhadap pembelajaran sastra sehingga sastra kurang diminati siswa.
Pembelajaran sastra merupakan bagian dari pengajaran bahasa, karena itu seorang guru bahasa dituntut untuk mampu menanamkan rasa cinta terhadap sastra kepada siswanya agar mereka mampu mengapresiasi. Pembelajaran sastra bukan pelajaran yang mudah, pelajaran yang hanya diberikan pengetahuan dasar saja atau persiapan dasar untuk memasuki perguruan tinggi, melainkan pembelajaran yang mengharapkan agar siswa mampu menikmati, menghayati, dan menghargai suatu karya sastra. Sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran sastra, yaitu:
Pembelajaran sastra berfungsi meningkatkan kepekaan rasa pada budaya bangsa, terutama bidang kesenian, serta memberikan kepuasan batin, dan pengayaan kepada karya estetis melalui bahasa. Pembelajaran sastra bukan pengajaran tentang sejarah, aliran, teori tentang sastra melainkan pembelajaran untuk memahami nilai kemanusiaan dari karya tersebut.
Jelas, bahwa pembelajaran sastra bukanlah pelajaran yang menyuguhkan hafalan teori-teori seperti matematika, fisika, kimia, juga bukan pelajaran yang harus hafal urutan sejarah atau cerita masa lampau seperti halnya pelajaran sejarah. Pengetahuan sastra diletakkan dalam posisi sebagai penunjang kegiatan mengapresiasi sastra. Pembelajaran sastra adalah latihan mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, siswa diberikan kesempatan sebanyak-banyaknya untuk terlibat dalam proses mengapresiasi. Siswa perlu lebih banyak menggauli karya sastra dengan membaca berbagai bentuk karya sastra dengan membaca berbagai bentuk karya sastra. Membaca karya sastra diharapkan siswa akan memahami nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di dalamnya dan mendapat ide-ide baru yang dituangkan dalam bentuk karya sastra.
Pembelajaran sastra penting bagi siswa karena berhubungan erat dengan keharuan. Sastra dapat menimbulkan rasa haru, keindahan, moral, keagamaan, khidmat terhadap Tuhan, dan cinta terhadap sastra bangsanya. Di samping memberikan kenikmatan dan keindahan, karya sastra juga memberikan keagungan kepada siswa pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Sastra Indonesia secara umum dapat dipakai sebagai cermin, penafsiran, pernyataan, atau kritik kehidupan bangsa.
Fungsi sastra kiranya tidak perlu diragukan lagi. Sastra dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap cara berpikir orang mengenai hidup, baik dan buruk, benar dan salah, dan cara hidupnya sendiri dan bangsanya. Pendek kata, sastra memberikan berbagai kepuasan yang sangat tinggi nilainya, yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain sehingga sastra memberikan pengaruh yang menguntungkan kepada penikmatnya.
Pembelajaran sastra tidak dapat dipisahkan pembelajaran bahasa. Misalnya, dalam pembelajaran sastra, siswa dapat melatih keterampilan menyimak dengan mendengarkan suatu karya sastra yang dibacakan atau diceritakan guru, teman, pita rekaman, atau rekaman video. Pada keterampilan berbicara, siswa dapat bermain peran dalam suatu pertunjukan drama atau membacakan sebuah prosa dan puisi di depan kelas. Siswa dapat juga meningkatkan keterampilan membaca dengan membaca puisi, prosa, atau naskah drama dan membuat laporannya serta laporannya dapat didiskusikan kemudian menuliskan hasil diskusinya. Kegiatan membuat laporan dan menulis hasil diskusi merupakan latihan keterampilan menulis. Jadi, dalam belajar sastra siswa juga mendapat empat keterampilan berbahasa: (1) menyimak, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis.
Tujuan pembelajaran sastra di sekolah adalah upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi sastra. Ini berarti setelah siswa selesai belajar sastra diharapkan mampu meningkatkan kemampuannya dalam mengapresiasi sastra, yaitu mengenal, memahami, menghayati, dan menghargai karya sastra secara kreatif. Setelah itu mereka diharapkan dapat mengkomunikasikannya kepada orang lain secara lisan maupun tulisan dan mendorong siswa untuk berani menuangkan pengalaman, gagasan, dan perasaannya dalam bentuk karya sastra. Dengan demikian, pembelajaran sastra yang kreatif akan tercapai. Apresiatif kreatif menurut J. Grace dalam buku Atar Semi:
Apresiasi kreatif berupa respon sastra. Respon ini menyangkut aspek kejiwaan, terutama berupa perasaan, imajinasi, dan daya kritis. Apresiasi kreatif yang menjadi tujuan pengajaran sastra itu dalam wujud kegiatan belajar sastra terdiri dari tiga tingkatan: (1) penerimaan, (2) memberi respon, dan (3) apresiasi.

Berdasarkan hal tersebut, untuk mencapai apresiasi kreatif siswa diharapkan terlebih dahulu mengenal karya sastra dan menerima sehingga siswa mau menyelesaikan tugas membaca karya sastra. Siswa setelah mengenal dan menerima karya sastra diharapkan dapat memahami dan menghayati karya sastra itu sehingga mampu memberi respon terhadap apa yang dibaca. Setelah itu, diharapkan siswa akan timbul rasa menghargai karya sastra sehingga siswa mencapai tingkat apresiasi. Menurut S. Effendi, “Apresiasi sastra ialah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan yang baik terhadap cipta sastra.”
Dengan demikian, siswa diharuskan membaca suatu karya sastra secara utuh, bukan berupa penggalan-penggalan agar tujuan pokok pembelajaran sastra tercapai. Membaca karya sastra secara utuh siswa akan lebih memahami masalah-masalah yang diketengahkan dan siswa akan peka terhadap masalah-masalah yang timbul serta dapat menemukan hubungan antara kehidupan dunia khayal dan dunia nyata.
Pada proses pembelajaran sastra tentunya melibatkan guru sastra (dalam hal ini guru bahasa Indonesia) sebagai pihak yang mengajarkan sastra, dan siswa sebagai subjek yang belajar sastra. Dalam hal ini kreativitas guru bahasa Indonesia dalam mengelola pembelajaran sastra mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, guru sebagai pengelola pembelajaran harus mengemas pembelajaran yang efektif dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran akan memiliki makna, jika pembelajaran yang dikemas guru dapat dinikmati oleh siswa dan dapat memotivasi siswa. Setya Yuwana Sudikan (2004: 2) menegaskan, mengajar adalah menata lingkungan agar pembelajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakseragaman.
Pada saat ini di sekolah telah mulai diperkenalkan pemanfatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Dalam proses pembelajaran setidaknya TIK menempati tiga peranan, yakni sebagai konten pembelajaran (standar kompetensi), sebagai media pembelajaran, dan sebagai alat belajar.
Sejumlah penelitian membuktikan bahwa penggunaan multimedia dalam pembelajaran menunjang efektivitas dan efesiensi proses pembelajaran. Penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Francis M. Drawer. Hasil penelitian ini antar lain menyebutkan bahwa setelah lebih dari tiga hari pada umumnya manusia dapat mengingat pesan yang disampaikan melalui tulisan sebesar 10%, pesan audio 10%, visual 30%, audio visual 50%, dan apabila ditambah dengan melakukan, maka akan mencapai 80%. Berdasarkan hasil penelitian ini maka multimedia pembelajaran berbasis TIK dapat dikatakan sebagai media yang mempunyai potensi yang sangat besar dalam membantu proses pembelajaran.
Multimedia telah mengalami perkembangan konsep sejalan dengan perkembangan teknologi pembelajaran. Ketika teknologi komputer belum dikenal, konsep multi multimedia sudah dikenal yakni dengan mengintegrasikan berbagai unsur media, seperti: cetak, kaset, audio, video, dan slide suara. Unsur-unsur tersebut dikemas dan dikombinasikan untuk menyampaikan suatu topik materi pelajaran tertentu. Pada konsep ini, setiap unsur media dianggap mempunyai kekuatan dan kelemahan. Kekuatan salah satu unsur media dimanfaatkan untuk mengatasi kelemahan media lainnya.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang sangat pesat telah membawa perubahan besar pada segala bidang, termasuk bidang pendidikan. Bila dimanfaatkan dengan tepat, maka TIK dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Pada hakikatnya tujuan dasar perlunya multimedia pembelajaran adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi proses pembelajaran. Indikator yang harus dipenuhi, yakni mencakup aspek desain pembelajaran, aspek rekayasa perangkat lunak, dan aspek komunikasi visual.
Jadi, untuk mencapai hasil belajar siswa yang maksimal terutama pembelajaran sastra dalam proses belajar, guru dapat mengembangkan dan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pemanfaatan multimedia berbasis TIK dalam pembelajaran menunjang efektivitas dan efesiensi proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dan pengalaman peneliti di lapangan, siswa SMA Negeri 56 Jakarta Barat kurang apresiatif dalam pembelajaran sastra sehingga perlu diberikan alternatif pengajaran dalam pembelajaran sastra melalui pemanfaatan multimedia berbasis TIK. Peneliti ingin meneliti apakah pemanfaatan multimedia berbasis TIK yang diterapkan dapat meningkatkan kemampuan apresiasi sastra bagi siswa. Oleh karena itu, Peneliti ingin mencoba mengadakan penelitian tentang kemampuan apresiasi sastra melalui pemanfaatan multimedia berbasis TIK dengan judul sebagai berikut: “Peningkatan Kemampuan Apresiasi Sastra Melalui Pemanfaatan Multimedia Berbasis Tik” (Suatu Penelitian Tindakan Kelas)

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Bagaimana kemampuan apresiasi sastra siswa kelas X SMA Negeri 56 Jakarta Barat?
2. Mengapa siswa kelas X SMA Negeri 56 Jakarta Barat kurang mampu mengapresiasi sastra dengan baik?
3. Mengapa siswa kelas X SMA Negeri 56 Jakarta Barat menganggap pembelajaran sastra kurang menarik?
4. Mengapa siswa kelas X SMA Negeri 56 Jakarta Barat lebih tertarik dengan pembelajaran bahasa Indonesia dibandingkan pembelajaran sastra?
5. Faktor-faktor apa yang dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 56 Jakarta untuk mengapresiasi sastra dengan baik?
6. Apakah pemanfaatan multimedia berbasis TIK dapat secara efektif meningkatkan kemampuan apresiasi sastra siswa?
7. Adakah peningkatan kemampuan apresiasi sastra siswa kelas X SMA Negeri 56 Jakarta Barat melalui pemanfaatan multimedia berbasis TIK?

C. Fokus dan Sub Fokus Penelitian
Permasalahan yang telah diuraikan dalam identifikasi masalah penelitian terlalu luas, sehingga tidak mungkin dapat diteliti seluruhnya dalam penelitian ini, di samping keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya yang tersedia, maka penelitian ini peneliti fokuskan pada masalah ketujuh, yaitu tentang “Peningkatan Kemampuan Apresiasi Sastra melalui Pemanfaatan Multimedia Berbasis TIK di Kelas X SMA Negeri 56 Jakarta Barat”.
Adapun masalah yang akan diteliti mencakup bentuk apresiasi siswa terhadap karya sastra, yaitu puisi, prosa, drama (1) tahap mengenal, (2) tahap memahami, (3) tahap menghayati, dan (4) tahap menghargai.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah yang yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kemampuan apresiasi sastra siswa kelas X SMA Negeri 56 Jakarta Barat?
2. Dapatkah kemampuan apresiasi sastra siswa ditingkatkan melalui pemanfaatan multimedia berbasis TIK?

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara praktis maupun teoretis. Manfaat hasil penelitian secara praktis antara lain diharapkan:
1. Dapat meningkatkan kualitas apresiasi sastra siswa.
2. Dapat memberikan kontribusi dalam mendesain teknik pembelajaran sastra di sekolah khususnya siswa kelas X SMA Negeri 56 Jakarta Barat.
3. Dengan hasil akhir dari pembelajaran ini adalah siswa dapat memiliki kemampuan apresiasi sastra dan menuangkan gagasan-gagasannya secara kritis dan menarik.
4. Melalui pemanfaatan multimedia ini guru dapat lebih kreatif mengembangkan dan menggunakan multimedia yang sesuai dengan kebutuhan siswa dalam pembelajaran sastra.
Secara teoritis, hasil penelitian tindakan ini diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan dalam pembelajaran sastra. Manfaat bagi peneliti sendiri, penelitian tindakan ini akan sangat berguna bagi sarana pemahaman terhadap penelitian tindakan sebagai salah satu alternatif solusi masalah terhadap pembelajaran sastra. Lebih dari itu, peneliti mencoba memberdayakan diri dengan sarana dan prasarana yang tersedia sehingga dihasilkan pembelajaran sastra yang optimal. Penelitian ini juga akan peneliti jadikan sebagai salah satu bahan untuk memenuhi syarat penyelesaian studi guna memperoleh gelar Magister Pendidikan.

 
BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Deskripsi Teoritis
Agar penelitian ini dapat berjalan dengan baik dibutuhkan teori-teori sebagai landasan berpikir. Untuk itu, pada bab ini peneliti mengutip pendapat-pendapat dari beberapa para ahli mengenai peningkatan kemampuan apresiasi sastra, hakikat materi sastra, hakikat apresiasi sastra, hakikat multimedia pembelajaran, dan hakikat manfaat multimedia pembelajaran serta pengajuan hipotesis.

I. Hakikat Peningkatan Kemampuan Apresiasi Sastra
Tujuan pembelajaran sastra di sekolah adalah upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi sastra. Ini berarti setelah siswa selesai belajar sastra diharapkan mampu meningkatkan kemampuannya dalam mengapresiasi sastra, yaitu mengenal, memahami, menghayati, dan menghargai karya sastra secara kreatif. Setelah itu, siswa diharapkan dapat mengkomunikasikannya kepada orang lain secara lisan maupun tulisan dan mendorong siswa untuk berani menuangkan pengalaman, gagasan dan perasaannya dalam bentuk karya sastra. Seperti yang dikatakan J.S. Badudu, “Pada pelajaran sastra yang dipentingkan ialah apresiasinya. Pelajaran sastra harus dapat menumbuhkan apresiasi siswa terhadap karya sastra.”
Siswa dapat mengapresiasikan sastra dengan baik adalah tujuan dari pembelajaran sastra yang paling penting. Hasil akhir siswa dapat mengapresiasikan sastra dengan baik tidak serta merta datang dengan sendirinya tanpa proses belajar. Dalam proses pembelajaran tersebut dibutuhkan metode, media dan guru yang mendukung agar hasil yang diharapkan terwujud, yaitu berhasil meningkatkan kemampuan apresiasi sastra siswa.
Menurut B. Rahmanto agar para siswa dapat dinilai berhasil mempelajari karya sastra terdapat empat tingkatan tes dalam mempelajari karya sastra, yaitu, “(1) tingkat informasi, (2) tingkat konsep, (3) tingkat perspektif, dan (4) tingkat apresiasi.”
Berdasarkan pendapat di atas, bahwa tahap meningkatkan apresiasi sastra dimulai dari siswa mengenal, yaitu siswa mulai pada tingkat informasi tentang sastra, mengenal genre sastra. Tahap berikutnya adalah memahami, yaitu tingkat konsep, siswa sudah memahami dalam benaknya tentang konsep-konsep sastra. Tahap berikutnya, menghayati yaitu tingkat perspektif, siswa sudah pada tingkatan lebih tinggi lagi. Siswa dapat memandang karya-karya sastra dengan menilai berdasarkan teori dan pengetahuan sastra yang dimiliki. Tahap terakhir adalah menghargai, yaitu tahap apresiasi, tahap inilah siswa dapat memberikan produk-produk baru dari karya sastra berupa daur ulang yang lebih kreatif misalnya membuat puisi dinding, musikalisasi puisi, bermain drama dengan baik, membaca cerpen yang menarik, dan lain sebagainya.
Jadi kesimpulannya, peningkatan kemampuan apresiasi sastra adalah siswa secara kreatif mengeluarkan gagasan dan idenya baik berupa lisan maupun tulisan dalam bentuk karya sastra dengan diawali proses mengenal, memahami, menghayati, dan menghargai karya sastra.

II. Hakikat Materi Sastra
Materi sastra dalam pembelajaran sastra di sekolah meliputi tiga genre sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama. Sesuai dengan apa yang dikatakan Bambang Kaswanti, “Materi sastra ialah puisi, prosa, dan drama. Siswa perlu diakrabkan dengan ketiga jenis ini.”
Meteri sastra akan diperluas dengan teori dan pengetahuan sastra, setelah itu siswa diharapkan dpat mengembangkan dan mengaplikasikannya dalam pembelajaran bahasa Indonesia dalam bentuk apresiasi. Teori dan pengetahuan sastra sangat diperlukan tetapi porsinya jangan terlalu berlebihan dan jangan terlalu kurang. Seperti diungkapkan oleh Sumardi dan Abdul Rozak, “Pengajaran sastra yang menitikberatkan pada pengetahuan sastra tidak mendorong siswa untuk mengakrabi sastra”
Jadi, siswa diberikan banyak pengetahuan sastra di dalam pembelajaran bahasa Indonesia juga tidak membuat siswa menyenangi apalagi akrab dengan sastra, malah akan membuat siswa jenuh dan bosan. Siswa diberikan sesuai porsinya saja untuk teori dan pengetahuan sastra. Sikap menyenangi sastra sangat dibutuhkan dalam pemberian materi sastra pada pembelajaran bahasa Indonesia.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa hakikat materi sastra adalah puisi, prosa, dan drama dengan pengetahuan sastra yang cukup memadai untuk mengakrabi siswa terhadap karya sastra.

III. Hakikat Apresiasi Sastra
Pembelajaran sastra terdapat dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada kurikulum di sekolah. Siswa dengan waktu belajar terbatas diharapkan dapat mempelajari bahasa dan sastra sekaligus. Porsi untuk sastra biasanya lebih sedikit dibandingkan dengan porsi bahasa Indonesia, tetapi dengan porsi sedikit itu siswa diharapkan dapat mengapresiasi sastra. Seperti yang dikatakan oleh J.S. Badudu, “Mengapreasiasi sastra ialah mengenal, memahami, dan menghayati untuk kemudian tiba pada menghargai sastra itu.”
Siswa setelah mengenal dan menerima karya sastra diharapkan dapat memahami dan menghargai karya sastra tersebut sehingga mampu merespon terhadap apa yang dibaca dan diterima tentang sastra. Setelah itu, diharapkan siswa akan timbul rasa menghargai karya sastra sehingga mencapai tingkat apresiasi. Menurut S. Effendi,”Apresiasi sastra ialah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan yang baik terhadap cipta sastra.”
Dengan demikian, siswa diharuskan membaca suatu karya sastra secara utuh, bukan berupa penggalan-penggalan seperti yang ada pada buku pelajaran bahasa Indonesia agar pokok pembelajaran sastra tercapai. Membaca karya sastra secara utuh siswa akan lebih memahami masalah-masalah yang dikemukakan dan siswa akan peka terhadap masalah-masalah yang timbul serta dapat menemukan hubungan antara kehidupan dunia khayal dan dunia nyata.
Jadi apresiasi sastra adalah kegiatan mengenal, menerima karya sastra dengan membaca secara utuh, memahami dan menghayati hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan yang baik terhadap cipta sastra.
IV. Hakikat Multimedia Pembelajaran
Pembelajaran dalam kelas akan terasa membosankan apabila hanya dengan menggunakan metode ceramah atau media yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman ditambah materi yang akan disampaikan kepada siswa kurang menarik atau kurang mendapat perhatian siswa. Di sinilah peran guru sangat penting agar dapat membuat siswa tertarik terhadap materi yang akan disampaikan di kelas.
Sesuai dengan perkembangan zaman, siswa tidak lagi mendapat pengetahuan dari buku saja atau ceramah dari guru tetapi dapat juga melalui media lainnya seperti video, audio animasi yang terintegrasi. Seperti yang diungkap oleh Kusnandar bahwa:
Multimedia adalah media yang menggabungkan dua unsur atau lebih media yang terdiri atas teks, grafis, gambar, foto, audio, video, dan animasi secara terintegrasi. Multimedia terbagi menjadi dua kategori, yaitu, multimedia linier dan multimedia interaktif. Multimedia linier adalah suatu multimedia yang tidak dilengkapi dengan alat pengontrol apapun yang dapat dioperasikan oleh pengguna. Multimedia ini berjalan sekuensial (berurutan), contohnya, TV dan film. Multimedia interaktif adalah suatu multi media yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya. Contoh multimedia interaktif adalah multi media pembelajaran interaktif, aplikasi game, dan lain-lain.
Guru dapat menggabungkan berbagai media untuk menyampaikan materi pembelajarannya, misalnya dalam bentuk power point yang disisipi dengan gambar, foto, dan dilengkapi musik. Guru juga dapat memberikan tayangan film dalam pembelajaran di dalam kelas dalam hal ini pembelajaran bahasa Indonesia.
Pada proses pembelajaran, media pembelajaran berguna untuk memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbal yang hanya dengan kata-kata tertulis dan penjelasan lisan, mengatasi keterbatasan ruang dan waktu serta daya indera, membuat siswa lebih aktif dan mengurangi sifat pasifnya, mengakomodir perbedaan individu siswa, dan membuat pembelajaran menjadi menarik dan menyenangkan.
Peranan Media pembelajaran menurut Gerlac dan Ely (1971: 285) ditegaskan bahwa ada tiga keistemewaan yang dimiliki media pembelajaran yaitu: (1) Media memiliki kemampuan untuk menangkap, menyimpan dan menampilkan kembali suatu objek atau kejadian, (2) Media memiliki kemampuan untuk menampilkan kembali objek atau kejadian dengan berbagai macam cara disesuaikan dengan keperluan, dan (3) Media mempunyai kemampuan untuk menampilkan sesuatu objek atau kejadian yang mengandung makna
Jadi hakikat media pembelajaran adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan siswa yang digunakan sebagai alat bantu untuk menyampaikan pesan dalam proses belajar sehingga siswa terangsang minat dan perhatiannya untuk belajar.
V. Manfaat Multimedia Pembelajaran
Pemanfaatan multimedia untuk pembelajaran di kelas adalah salah satu cara untuk membuat siswa memperhatikan yang kemudian tertarik terhadap materi yang akan disampaikan guru. Multimedia pembelajaran akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi para guru dan siswa, apabila multi media pembelajaran dipilih, dikembangkan, dan digunakan secara tepat dan baik. Secara umum manfaat yang bisa di peroleh adalah proses pembelajaran lebih menarik, lebih interaktif, jumlah waktu mengajar dapat dikurangi, kualitas belajar sisiwa dapat ditingkatkan, serta sikap belajar siswa dapat ditingkatkan.
Manfaat tersebut di atas dapat diperoleh mengingat terdapat keunggulan dari sebuah multi media pembelajaran, yaitu; (1) memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata, seperti kuman, bakteri, elektron, dan lain-lain. (2) Memperkecil benda yang besar, yang tidak mungkin didatangkan ke sekolah. (3) menyajikan benda atau peristiwa yang kompleks, rumit, dan berlangsung cepat atau lambat. (4) Menyajikan peristiwa yang tidak mungkin dilaksanakan karena akan memakan biaya yang besar. (5) Menyajikan benda atau peristiwa yang jauh. (6) Menyajikan benda atau peristiwa yang berbahaya.(7) Meningkatkan daya tarik dan perhatian siswa.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diberikan kesimpulan bahwa hakikat pemanfaatan multimedia pembelajaran adalah membuat proses pembelajaran lebih menarik, lebih interaktif dengan menggunakan berbagai media yang tepat sesuai dengan minat dan perhatian siswa.

B. Acuan Teori Rancangan Intervensi Penelitian Tindakan
1. Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan. Dengan kata lain penelitian tindakan adalah suatu penelitian yang mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam proses belajar mengajar di kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajarannya yang terjadi pada siswa.
Ciri-ciri dari penelitian tindakan kelas adalah peneliti sebagai pencetus gagasan dan inovator atau persoalan yang terjadi di kelas. Di samping itu, guru kelas dilibatkan ataupun melibatkan diri dengan proses penelitian terutama aspek aksi dan refleksi terhadap praktik-praktik pembelajaran di kelas. Suatu penelitian tindakan kelas selalu berawal dari masalah khusus sampai pada peningkatan kegiatan profesional.
Pendapat ahli di atas telah membuat peneliti merasa yakin bahwa penelitian tindakan kelas sesuai dalam penelitian ini. Keyakinan ini berdasar pada hal-hal berikut:
a. Peneliti ingin menawarkan teknik pembelajaran sastra dalam mengapresiasi sastra melalui pemanfaatan multimedia berbasis TIK dan cara memanfaatkannya untuk meningkatkan kemampuan apresiasi sastra siswa.
b. Dalam penelitian ini, peneliti tidak hanya menawarkan ide tetapi juga mencoba sendiri pemanfaatan multimedia berbasis TIK di dalam kelas dan mengobservasi tingkah laku siswa untuk mengetahui apakah ide tersebut baik dan dapat diterapkan dalam proses pelaksanaan belajar mengajar.
c. Setelah dicobakan, peneliti menilai keberhasilan penerapan pemanfaatan multimedia berbasis TIK dalam mengapresiasi sastra dapat meningkatkan apresiasi sastra siswa dalam pembelajaran sastra. Jika belum ada peningkatan yang berarti, peneliti mengulangi tindakan yang telah dilakukan dengan revisi terhadap perlakuan-perlakuan tersebut pada tindakan selanjutnya.

2. Model Penelitian Tindakan
Ada beberapa ahli yang mengemukakan model penelitian tindakan dengan bagan yang berbeda, namun secara garis besar terdapat empat tahap yang lazim dilalui, yaitu perencanaan, pelaksanan, pengamatan, dan refleksi. Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut:

Tahap 1 : Menyusun rancangan tindakan (planning), dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Tahap 2 : Pelaksanaan tindakan (acting), tahap ini merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenai tindakan di kelas. Hal yang perlu diingat adalah bahwa tahap ini guru pelaksana harus ingat dan berusaha menanti apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat. Tahap 3 : Pengamatan (observing), pada tahap ini kegiatan pengamatan dilakukan oleh pengamat. Sebetulnya kurang tepat kalau pengamatan ini dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan karena seharusnya pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Tahap 4 : Refleksi (reflecting), tahap ini merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilaksanakan. Apabila sudah diketahui letak keberhasilan dan hambatan dari tindakan yang baru selesai dilakukan dalam satu siklus, guru dalam hal ini peneliti sendiri menentukan rancangan untuk siklus kedua. Apakah guru akan mengulangi kesuksesan untuk meyakinkan atau menguatkan hasil, atau akan memperbaiki langkah terhadap hambatan atau kesulitan yang ditemukan dalam siklus pertama. Hasil keputusan tersebut dijadikan rancangan untuk tindakan siklus kedua. Jika sudah selesai dengan siklus kedua dan guru belum merasa puas, dapat melanjutkan ke siklus ketiga, yang cara dan tahapannya sama dengan siklus sebelumnya.
Pengujian apresiasi sastra dapat dipilih melalui apresiasi sastra siswa yang telah diberikan dengan pemanfaatan multimedia berbasis tik. Sedangkan instrumen peningkatan kemampuan apresiasi sastra siswa digunakan dalam berbagai produk hasil apresiasi sastra, yaitu berupa tulisan, presentasi power point dan rekaman kegiatan siswa. Dalam hal ini siswa akan diminta untuk menghasilkan sebuah karya sastra melalui karya sastra yang dibaca atau yang ditayangkan. Instrumen ini disusun berdasarkan apresiasi sastra dalam pembelajaran sastra pada pembelajaran bahasa Indonesia.
Perencanaan yang diutarakan merupakan perencanaan tiga siklus. Siklus pertama merupakan perencanaan untuk mengenal sastra dan memahami sastra kepada siswa. Pada perencanaan siklus kedua, siswa diminta menghayati dan menghargai sastra yang diberikan guru. Perencanaan siklus ketiga, guru memanfaatkan multimedia pembelajaran berbasis tik siswa diminta untuk mengapresiasi sastra.
Dengan melakukan pelatihan tiga siklus diharapkan bahwa pelaksanaan program aksi dapat selesai dalam waktu 8 kali tatap muka. Tatap muka 1 dan 2 digunakan untuk pengamatan awal dan enam tatap muka digunakan untuk melakukan pengajaran tiap siklus.

3. Pengembangan Kerangka Konseptual Perencanaan Tindakan
Penelitian ini dilaksanakan tiga siklus, yang tiga siklus tersebut dapat mengalami perubahan rencana perbaikan sampai dengan hasil yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan apabila sudah diterapkan dalam kelas. Hasil yang diharapkan adalah siswa SMA Negeri 56 Jakarta Barat Kelas X dapat meningkatkan kemampuan apresiasi sastranya melalui pemanfaatan multimedia berbasis tik.
Penelitian tindakan ini meliputi: (1) Observasi awal, (2) Perencanaan, (3) Tindakan, (4) Observasi dan interpretasi, (5) Refleksi. Adapun tindakan konkrit lebih tercermin pada saat pelaksanaan dengan berpedoman pada temua awal sesuai dengan rancangan awal peneltian. Tindakan sebelumnya, konsep perencanaan tindakan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Observasi awal
Menentukan tempat penelitian dan masalah yang akan diteliti, mengurus perizinan, menjajaki tempat penelitian, mengungkapkan informasi awal tentang kondisi pembelajaran sastra pada pengajaran bahasa Indonesia kelas X di SMA tersebut, terutama yang berkaitan dengan apresiasi sastra.
b. Perencanaan
Dalam perencanaan tindakan kelas terdiri dari kegiatan mempersiapkan sarana dan fasilitas pendukung, menentukan target keterampilan, mendesain pembelajaran, mendesain alat tes, dan membuat jadwal pembelajaran.
c. Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan terdiri dari tes pra tindakan, pelaksanaan siklus pertama, pelaksanaan siklus ketiga, pelaksanaan siklus ketiga dan apresiasi sastra
d. Observasi dan interpretasi
Observasi tindakan dilaksanakan selama dua minggu setelah pelaksanaan tindakan dengan memanfaatkan catatan guru. Selama observasi, peneliti dibantu kolaborator yang akan mencatat apa yang dilihat, didengar, dan diamati selama proses pengajaran berlangsung. Peneliti menggunakan alat bantu kamera dan laptop sebagai perekam kegiatan pembelajaran dan hasil pembelajaran untuk menambah validitas data peneliti. Hasil observasi dan temuan saat pelaksanaan dibahas dan diinterpretasikan. Catatan-catatan terhadap proses pembelajaran dicermati melalui penyederhanaan, pemaparan, dan penyimpulan dari data-data kualitatif. Sedangkan tingkat keberhasilan apresiasi sastra melalui pemanfaatan multimedia berbasis tik tercermin melalui hasil analisa dan refleksi serta kolaborasi dengan pihak ketiga. Hasil ini nantinya akan digunakan sebagai penentu langkah pada siklus berikutnya. Pengujian apresiasi sastra dapat dilihat dari prilaku dan sikap siswa, mulai dari mengenal, memahami, menghayati dan menghargai sastra yang telah diberikan melalui pemanfaatan multimedia berbasis tik. Sedangkan instrumen peningkatan kemampuan apresiasi sastra siswa digunakan dalam berbagai produk hasil apresiasi sastra, yaitu berupa tulisan, presentasi power point dan rekaman kegiatan siswa. Dalam hal ini siswa akan diminta untuk menghasilkan sebuah karya sastra melalui karya sastra yang dibaca atau yang ditayangkan. Instrumen ini disusun berdasarkan apresiasi sastra dalam pembelajaran sastra pada pembelajaran bahasa Indonesia.
Dalam melakukan penelitian tiga siklus diharapkan bahwa pelaksanaan program aksi dapat selesai dalam waktu 8 kali tatap muka. Tatap muka 1 dan 2 digunakan untuk pengamatan awal dan enam tatap muka digunakan untuk melakukan pengajaran tiap siklus. Rencana tindakan masing-masing siklus sesuai masalah penelitian dapat dilihat dalam tabel berikut:
Kisi-kisi Kriteria Penilaian Kemampuan Apresiasi Sastra
Variabel Komponen yang dinilai Subkomponen yang dinilai %
Kemampuan Apresiasi Sastra
Puisi Mengenal
Memahami
Menghayati
menghargai 10
25
30
35
Prosa Mengenal
Memahami
Menghayati
menghargai 10
25
30
35

Drama Mengenal
Memahami
Menghayati
menghargai 10
25
30
35
4. Kerangka Berpikir
Dari landasan teori di atas, peneliti mengemukakan kerangka berpikir sebagai berikut:
Tahap siswa dapat mengapresiasi sastra dimulai dari mengenal kemudian memahami sastra. Keterlibatan jiwa siswa dibutuhkan pada tahap ini. Dalam kegiatan ini siswa memahami masala-masalah, merasakan perasaan-perasaan, dan dapat membayangkan dunia khayal yang diciptakan sastrawan. Berikutnya, menghayati yaitu ketika siswa memahami dan menghargai penguasaan sastrawan terhadap cara-cara penyajian pengalaman hingga dicapai tingkat penghayatan. Terakhir, menghargai yaitu siswa mendapatkan pengalaman berharga dari karya sastra yang dibaca dan membuat sebuah karya baru dapat berupa tulisan, power point ataupun rekaman kegiatan siswa melalui pengalaman tersebut.
Pemanfaatan multimedia sangat berperan penting dalam pemberian materi sastra di kelas untuk diperkenalkan kepada siswa. Begitu pula dengan gurunya harus pandai memanfaatkan multimedia berbasis tik agar siswa tertarik dan mendapat perhatian di kelas. Mengajar bukan hanya mentransfer pengetahuan saja tetapi membutuhkan metode dan seni tersendiri. Cara dan strategi yang dalam mengajar akan menentukan kualitas siswa yang diharapkan.
5. Hipotesis Penelitian
Rumusan hipotesis statistika yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
a. Hipotesis kesatu
Ho = Tidak terdapat pengaruh yang positif antara siklus I terhadap siklus II.
Ha = Terdapat pengaruh yang positif antara Siklus I terhadap Siklus II
b. Hipotesis kedua
Ho = Tidak terdapat pengaruh yang positif antara siklus I terhadap siklus III.
Ha = Terdapat pengaruh yang positif antara Siklus I terhadap Siklus III
c. Hipotesis ketiga
Ho = Tidak terdapat pengaruh yang positif antara siklus II (X1) dan siklus III (X2) terhadap siklus I (Y).
Ha = Terdapat pengaruh yang positif antara siklus II (X1) dan siklus III (X2) terhadap siklus I (Y).

 

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan penelitian
penelitian ini bertujuan mendapatkan data empiris tentang Peningkatan Peningkatan Kemampuan Apresiasi Sastra melalui Pemanfaatan Multimedia Berbasis Tik di Kelas X SMA Negeri 56 Jakarta Barat.

B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertempat di SMA Negeri 56 Jakarta Barat. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester I (satu) Tahun pelajaran 2015-2016.

C. Metode dan Disain Intervensi Tindakan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Action Research dengan perencanaan dua sampai tiga siklus, setiap siklus terdiri atas: (1) Tahap perencanaan, (2) Tahap tindakan, (3) Tahap observasi, dan (4) Tahap refleksi.
Penelitian tindakan atau lebih sering disebut Clasroom Action Research (CAR) ini sebenarnya lebih mengarah pada penelitian masalah interaksi sosial yang secara langsung ke arah perbaikan dalam proses siklus berkesinambungan dengan melingkar (spiral) melalui penyelidikan sistematis. Dijelaskan oleh David Kembar (2000), bahwa di dalamnya juga terdapat refleksi proses antara peserta (partisipan). Penelitian ini ditentukan dan dilakukan oleh pelaksana
Pada dasarnya penelitian tindakan dilaksanakan sebagai tindakan pencarian solusi perbaikan terhadap proses demi memperoleh hasil yang lebih baik. Meredith G. Gall, menjelaskan bahwa penelitian tindakan lebih dirasakan pada personal purpouses is intended to promote greater self-knowledge fufillment and professional awareness among practitioners atau merupakan suatu bentuk penelaahan atau inkuiri melalui refleksi diri yang dilakukan oleh peserta kegiatan tertentu dalam situasi sosial (termasuk pendidikan). Untuk memperbaiki; (a) Rasionalitas kebenaran serta keabsahan dari praktis sosial atau kependidikan yang dilakukan; (b) Pemahaman tentang praktik-praktik tersebut; dan (c) Situasi kelembagaan tempat pelaksanaan.
I Nyoman Merdhana menambahkan dan lebih memfokuskan pada dunia pendidikan bahwa penelitian tindakan ini lebih lanjut bertujuan untuk menanggulangi masalah atau kesulitan dalam pengajaran, melaksanakan program pelatihan, memberikan program bagi guru untuk perbaikan suasana sistem keseluruhan sekolah dan juga memasukan unsur-unsur pembaruan dalam sistem pendidikan dan pengajaran.
David Nunan menambahkan bahwa penelitian tindakan research merupakan penelitian reflektif pada diri sendiri yang dilakukan praktis dengan tujuan untuk memecahkan masalah, meningkatkan praktik atau memperdalam pemahaman yang dilakukan secara kolaboratif.
Pada kesempata ini , peneliti tindakan mengawali penelitiannya dari telaah atau pengkajian situasi dan kondisi yang dilanjutkan secara hierarkis ke arah perencanaan, pelaksanaan proses tindakan disertai pemantauan. Penelitian tindakan pada satu siklus akan diakhiri dengan refleksi timbal balik dari tindakan dengan evaluasi menuju arah pengembangan secara profesional. Hal ini akan dilakukan secara kolaboratif, baik dengan peserta atau siswa juga dengan teman sejawat sebagai kolaborator.
Pada penerapannya penelitian tindakan mempunyai berbagai bentuk yang mengakibatkan pengaruh pada langkah-langkah penelitian tersebut. Model yang dipopulerkan oleh Kurt Lewin (1990) berpendapat bahwa penelitian tindakan mempunyai langkah-langkah penelitian yang berbentuk spiral mempunyai empat tingkatan, yakni : perencanaan, aksi, observasi, dan refleksi. Kemudian muncul model berikutnya yang merupakan penambahan dari Stephen Kemmis dan Robin Mc Taggart, mereka memformulasikan bahwa setelah refleksi diadakan maka dilaksanakan perencanaan ulang yang menjadi revisi terhadap pelaksanaan sebelumnya. Perencanaan dan pelaksanaan ulang tersebut ditindaklanjuti dengan aksi dan observasi serta refleksi. Kegiatan demikian disebut siklus berikutnya.
Dengan demikian siklus akan berlanjut sampai beberapa kali sampai menemukan cara atau teknik yang cocok untuk menanggulangi ataupun meringankan masalah yang dihadapi. Peran partisipasi, praktisi dan kolaborator akan sangat dominan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan sebagai landasan kebijakan kegiatan siklus berikutnya.
Elliot menyetujui ide pokok yang dikemukakan oleh Kemmis. Namun, ada beberapa bagian yang lebih dielaborasi sehingga terdapat keleluasaan dan kelancaran dalam langkah pelaksanaan siklus per siklus. Ia memperkenalkan bentuk diagram kegiatan yang lebih rinci dan mudah dipahami serta mudah untuk diterapkan pada dunia pendidikan sehari-hari. Dia mengatakan bahwa setiap siklus mempunyai beberapa aksi yang terdiri dari beberapa langkah yang direalisasikan ke dalam bentuk proses belajar mengajar atau pembelajaran.
Penelitian ini akan menggunakan model yang telah dibicarakan sebelumnya dengan modifikasi bentuk dan istilah berupa problem solving serta observasi, deskripsi dan eksplanasi. Ini mengacu pada tindakan penelitian yang memiliki kapasitas untuk menangani sejumlah masalah pada saat yang bersamaan. Model ini memungkinkan rangkaian penelitian tindakan untuk mengembangkan rangkaian tindakan baru. Prinsip pemicunya adalah kenyataan bahwa suatu masalah akan mengaitkan diri pada masalah yang lain.
Masalah-masalah lain dapat saja terjadi dan ditemukan atau masalah dipertajam dalam proses penelitian tindakan ini tanpa mengharuskan peneliti kehilangan fokus utama. Penelitian ini memungkinkan peneliti (pratisioner) untuk mengulangi (dalam hal meneliti) atau mengatasi banyak masalah lain pada saat yang sama tanpa harus menghindar atau kehilangan isu sentral atau isu utama. Isu sentral atau isu utama menjadi semacam pengontrol efek yang mungkin didapat dan dirasakan pada masalah samping yang timbul dan dipermasalahkan. Visual berikut mencerminkan tindakan tersebut berupa spiral tiga dimensi dari rangkaian penelitian tindakan atau penelitian tindakan.

D. Data dan Sumber Data
Data penelitian ini berasal dari proses penelitian, mulai dari perencanaan penelitian, tindakan penelitian, dan hasil dari proses penelitian itu sendiri. Termasuk ke dalamnya hasil dokumentasi yang diperoleh melalui kegiatan observasi (pengamatan secara langsung) maupun informasi dari teman sejawat, wawancara, serta catatan lapangan yang dibuat oleh peneliti. Hasil proses pembelajaran atau tindakan adalah hasil pekerjaan siswa dalam bentuk apresiasi sastra. Apresiasi siswa dinilai berdasarkan poin-poin kreativitas yang telah tersedia dan telah diuraikan pada bab sebelumnya. Berarti sumber data pada penelitian ini adalah hasil apresiasi sastra siswa dan proses antara siswa dengan guru, teman kolaborator, catatan lapangan dan informasi lainnya yang sifatnya lebih menjurus pada upaya perbaikan sistem yang sedang dilaksanakan demi mendapat hasil yang maksimal.
Hal-hal yang diamanati dan menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah:
1. Apresiasi Sastra
a. Puisi : mengenal, memahami, menghayati dan menghargai
b. Prosa : mengenal, memahami, menghayati dan menghargai
c. Drama : mengenal, memahami, menghayati dan menghargai
2. Siswa
a. hasil tes siswa tentang pengetahuan sastra (mengenal dan memahami)
b. hasil tulisan kreatif tentang sastra (menghayati)
c. produk sastra dan pementasan sastra (menghargai)
d. kemampuan dan antusias mengikuti pembelajaran sastra
3. Guru
Kemampuan mengelola kelas dalam pembelajaran sastra dengan pemanfaatan multimedia berbasis tik.

E. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan : lembar observasi, lembar penilaian guru, dan hasil apresiasi sastra siswa. Data penelitian ini berasal dari proses belajar mengajar dan apresiasi sastra siswa dalam bentuk produk siswa. Data dari seluruh anggota tim dan teman sejawat (kolaborator) serta pihak lain yang dianggap kompeten dijadikan bahan untuk didiskusikan. Dilanjutkan dengan analisis data untuk direflesikan pada siklus ke dua, ke tiga, dan seterusnya (sesuai kebutuhan). Proses pengamatan terhadap penelitian ini dilakukan melalui catatan lapangan dari peneliti sendiri, hasil wawancara bebas dengan peserta didik dan kolaborasi dengan teman sejawat serta perangkat personil sekolah lainnya.
Pengamatan awal meliputi kondisi pengetahuan dan kemampuan siswa tentang apresiasi sastra. Hal ini disingkap melalui tanya jawab dan hasil tes awal (lembar tes pengetahuan kemampuan apresiasi sastra) serta berbagai pengalaman dengan teman sejawat (kolaborator), mengenai ada atau tidaknya peningkatan yang dialami siswa dalam kemampuan mengapresiasi sastra akan diketahui melalui tes akhir (lembar tes pengetahuan kemampuan apresiasi sastra). Catatan penelitian tentang kejadian implementasi perencanaan dan realisasi program aksi diolah dan didiskusikan bersama teman kolaborator. Sementara wawancara awal dan selama proses aksi berlangsung dengan subyek penelitian dalam rangka mengetahui apresiasi siswa terhadap pembelajaran sastra dilakukan secara acak.

F. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah :
• Lembar tes (pertanyaan tentang kemampuan apresiasi sastra)
• Produk siswa
• Dokumen siswa
• Catatan lapangan
• Lembar pedoman wawancara (Kolaborasi dengan teman sejawat)
• APKG (Alat Penilaian Kemampuan Guru)
• APKS (Alat Penilaian Kemampuan Siswa)
1. Definisi Konseptual
Kemampuan apresiasi sastra adalah kegiatan yang dimulai dari tahap mengenal, memahami, menghayati sampai menghargai. Siswa diharapkan dapat memberikan produk-produk baru dari karya sastra berupa daur ulang yang lebih kreatif misalnya membuat puisi dinding, musikalisasi puisi, bermain drama dengan baik, membaca cerpen yang menarik, dan menulis cerpen serta esai..
2. Definisi Operasional
Kemampuan apresiasi sastra adalah skor yang diperoleh siswa setelah merespon beberapa tes yaitu tes pilihan ganda tentang teori-teori sastra, kemudian membuat tulisan kreatif tentang sastra dan membuat produk sastra serta pementasan sastra. Selanjutnya, kemampuan apresiasi sastra dapat diukur indikatornya berdasarkan materi sastra, yaitu puisi, prosa dan drama.
3. Instrumen
Instrumen kemampuan apresiasi sastra yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk lembar tes pengetahuan kemampuan apresiasi sastra. Siswa menjawab tes yang diberikan guru dengan materi sastra, puisi, prosa dan drama (tahap mengenal dan tahap memahami) membuat tulisan kreatif (tahap menghayati) dan produk siswa dan pementasan (menghargai). Tes dilaksanakan sesuai dengan jadwal pelajaran yang telah ditetapkan oleh guru bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia dan bertahap.
Untuk menilai hasil tes ini, peneliti menggunakan dua orang penilai yang diambilkan dari teman sejawat yang mampu atau memahami apresiasi sastra. Pengambilan dua orang penilai ini dimaksudkan agar tidak terjadi bias selama melaksanakan penilaian
Berikut ini kisi-kisi kriteria penilaian kemampuan apresiasi sastra dan juga berdasarkan bobot penilaian.
Kisi-kisi Kriteria Penilaian Kemampuan Apresiasi Sastra

Variabel Komponen yang dinilai Subkomponen yang dinilai %
Kemampuan Apresiasi Sastra
Puisi Mengenal
Memahami
Menghayati
menghargai 10
25
30
35
Prosa Mengenal
Memahami
Menghayati
menghargai 10
25
30
35

Drama Mengenal
Memahami
Menghayati
menghargai 10
25
30
35

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Keabsahan data dalam sebuah penelitian adalah mutlak. Untuk itu diperlukan teknik pemeriksaan data yang valid dan realiabel. Pada penelitiaan ini pemeriksaan keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi. Pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan hal atau sesuatu yang lain di luar data sebagai pembanding. Salah satu teknik triangulasi adalah menggunakan pengamat lain sebagai pengecekan kembali derajat kepercayaan dan juga diskusi dengan subyek penelitian serta teman sejawat sebagai kolaborator.
Secara umum pemeriksaan terhadap keabsahan data dapat dilihat tiga unsur, yaitu:
1. Peneliti dan kolaborator, berupa: (a) catatan lapangan, (b) catatan kolaborator sebagai masukan dan pembanding, (c) Pendapat atau masukan dari subyek penelitian tentan pengalaman perlakuan yang mereka jalani.
2. Hasil latihan dan tugas subyek penelitian berupa tes pengetahuan, tulisan kreatif, produk dan pementasan.
3. Berbagai rujukan dan sumber bacaan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pada penelitian ini, pemeriksaan keabsahan data juga dilakukan dengan empat kriteria, yakni: keterpercayaan (creadibility), kepertanggungjawaban (dependability), keteralihan (tranferability), dan kesahihan (confirmability). Unsur keterpercayaan atau kredibilitas penelitian ini dilakukan dengan perpanjangan keikutsertaan. Di samping peneliti sendiri adalah bukan orang yang asing di lingkungan penelitian ini, juga peneliti berasumsi bahwa keberterimaan peneliti dalam proses dan dengan subyek penelitian akan mempermudah peneliti menerjemahkan data yang diperoleh. Di samping untuk membangun kepercayaan subyek penelitian terhadap peneliti, juga diharapkan confident peneliti dapat bertambah pula. Proses pengembangan berlangsung setiap hari (pembelajaran), tentunya ini juga berguna untuk mengantisipasi unsur “percobaan” dari subyek penelitian (peserta didik). Dilanjutkan dengan ketekunan pengamatan yang dimaksudkan untuk merumuskan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan dengan permasalahan serta pemusatan pemikiran tersebut secara lebih fokus dan detil.
Secara gamblang dapat dikatakan bahwa untuk menilai dan mempertanggungjawabkan kesahihan dan keabsahan data peneliti ini dilakukan dengan teknik : (1) perpanjangan keikutsertaan, (2) ketekunan pengamatan, dan (3) triangulasi data.

H. Teknik Analisis Data
Data kualitatif maupun kuantitatif yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan terlebih dahulu menyeleksi data dan disederhanakan guna lebih memfokuskan penelitian. Data kemudian diorganisasikan secara sistematis dan rasional untuk menguji bahan penelitian demi merasionalkan tampilan bahan. Semua itu ditujukan pada arah mencapai tujuan penelitian. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Secara umum, tahap yang akan dilalui dalam analisis data antara lain:
1. Penyederhanaan melalui seleksi, pemfokusan, dan pengabtraksian data mentah menjadi informasi yang bermakna.
2. Pemaparan data dalam bentuk paparan naratif, representatif grafis dan sebagainya
3. Penyimpulan atau pengambilan inti sari sajian dalam bentuk kalimat lebih mengikat

I. Pengembangan Perencanaan Tindakan
Meskipun penelitian ini bersifat pemecahan masalah yang notabene dilakukan dan dihadapi oleh peneliti sendiri, penelitian ini akan memberikan gambaran spesifik tentang perubahan perbaikan proses yang akan memberi andil terhadap perubahan hasil. Para prosesnya, peneliti melaksanakan refleksi diri atas problem pembelajaran yang peneliti hadapi. Ini tentu dalam rangka pengingkatan kinerja penulis sebagai guru. Terjadinya proses perubahan terencana adalah demi perbaikan dan demi perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan dalam koridor terencana adalah jiwa penelitian ini.
Perubahan yang diharapkan dari hasil peneltian ini tentu dimulai dari perubahan persepsi terhadap langkah-langkah pembelajaran sastra dari teoritis menjadi praktis sampai pada proses dan hasil yang diemban amanat keterampilan mengapresiasi sastra itu sendiri. Semakin diri kita mampu mengapresiasi pembelajaran sastra secara baik dan benar tentu sedini itu pula kita akan memperoleh hasil yang signifikan dan sesuai harapan pembelajaran sastra Indonesia sesungguhnya.
Kaji tindak ini setidaknya akan memberi peluang besar bagi rujukan pembelajaran yang lain dan mungkin dapat ditetapkan pada sebagian proses pembelajaran sastra Indonesia. Peningkatkan kreativitas dalam mengapresiasi sastra dengan meningkatkan kepekaan masalah, rasa ingin tahu, imajinasi, dan orisinalitas pemikiran seseorang.

 

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Suharjono, dan Sapardi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Badudu, J.S. 1994. Pintar Berbahasa Indonesia 1. Petunjuk Guru SLTP, Jakarta: Depdikbud.

Broto, A.S 1982. Metode Proses Belajar-Mengajar Berbahasa Dewasa Ini. Solo: Tiga Serangkai.
Depdikbud. 1994. Kurikulum 1994, GBPP SMA. Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Depdikbud.

Effendi,S. 1982. Bimbingan Apresiasi Puisi, Jakarta: Tangga Mustika Alam

Hopkin D., 1993. A Teacher Guide to Classroom Research. England: Bristol Open University Press.

Kaswanti Purwo, Bambang . 1997. Pokok-Pokok Pengajaran Bahasa dan Kurikulum 1994, Jakarta: Depdikbud.

Kusnandar. Ade, dkk. 2007. Panduan Pengembangan Multi Media Pembelajaran Jakarta: Depdiknas.
Parera, J.D. 1996. Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Rahmanto, B. 1992. Metode Pengajaran Sastra.Yogyakarta: Kanisius, 1992.

Semi, Atar. 1990. Rancangan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, Bandung: Angkasa.

Soeharianto. S. 1976 “Peranan Puisi dalam Kehidupan Kita” dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Th.I. Nomor 6. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, ,

Sumardi dan Abdul Rozak Zaidan. 1998. Pedoman Pengajaran Apresiasi Puisi SLTP dan SLTA untuk Guru dan Siswa, Jakarta: Balai Pustaka

Leave a comment