PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PEMBIASAAN BERCERITA PENGALAMAN SISWA

Ditulis Oleh: Indri Anatya Permatasari

A. Pendahuluan
Setiap manusia normal pasti melakukan kegiatan berbicara dalam keseharian hidupnya. Mereka mengutarakan maksud dan perasaannya selain dengan bentuk tulisan juga dengan lisan. Mereka saling berbagi cerita, saling bertukar pengalaman, saling mengekrepsikan, dan saling bertukar pendapat. Kegiatan lisan, yaitu berbicara ini sangat dominan bagi manusia dengan kehidupannya. Berbicara adalah salah satu cara berkomunikasi manusia sebagai mahluk sosial. Berbicara merupakan bentuk komunikasi manusia yang paling mendasar yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya.
Komunikasi inilah yang dapat mempersatukan manusia dengan manusia lainnya dalam kehidupan. Komunikasi jugalah yang secara tidak langsung menciptakan sebuah kebudayaan dan komunikasi menciptakan sebuah peraturan hidup bermasyarakat bagi manusia. Dengkan kata lain manusia tidak pernah lepas dari kegiatan berbicara.
Berbicara merupakan suatu kegiatan berbahasa lisan produktif yang hampir setiap hari manusia melakukannya. Dimulai dari bangun tidur sampai dengan hendak tidur. Mulai pagi hari sampai malam hari. Semua itu karena manusia adalah mahluk yang selalu ingin diperhatikan dan memperhatikan sehingga berbicaralah salah satu alat untuk memenuhinya. Melalui berbicara manusia dapat memuji atau sebaliknya, melalui berbicara manusia juga dapat tersinggung atau sebaliknya. Seperti pepatah mengatakan “Mulutmu adalah harimaumu” dan “Bahasa mencerminkan kepribadian seseorang”
Selain dari kegiatan berbicara, manusia juga pasti punya pengalaman, baik pengalaman yang menyedihkan, menyenangkan, mengesalkan, menyebalkan, membahagiakan, dan lain-lain. Semua pengalaman itu dapat dituangkan manusia melalui tulisan atau melalui lisan atau keduanya. Manusia dalam mengekpresikan pengalamannya dengan tulisan dapat berupa puisi, cerpen, catatan harian atau yang lainnya. Ekpresi lain dalam mengutarakan pengalamannya dengan lisan dapat berupa cerita. Manusia senang sekali bercerita, cerita tentang hidupnya atau tentang hidup orang lain.
Namun, dua kegiatan itu baik berbicara maupun bercerita memerlukan pembelajaran dan pelatihan agar lebih baik dan terbiasa. Berbicara tanpa pembelajaran hanya akan mengeluarkan bunyi ujaran yang tidak teratur begitu pula dengan bercerita yang tanpa pembelajaran hanya akan menghasilkan cerita yang tak menarik untuk didengar. Pelatihan berbicara dan bercerita juga perlu, ada seseorang yang malas atau enggan bahkan malu untuk berbicara di depan umum, Mungkin takut salah, takut tak menarik, takut ditertawakan, atau ketakutan-ketakutan lainnya. Begitu pula dengan bercerita, walaupun setiap manusia punya cerita tetapi tidak semua manusia pandai mengemas cerita untuk diceritakan ke manusia lainnya.
Sebagai penyimak terkadang tidak dapat menangkap maksud dari pembicara atau pencerita. Semua itu dapat disebabkan bahasa yang dikeluarkan dari si pembicara kurang teratur atau kurang baik sehinga tidak menarik untuk didengar oleh si penyimak atau tidak dipahami oleh si pendengar.
Menurut Tarigan (2008: 6) seorang anak belajar berbicara jauh sebelum dia dapat menulis. Namun, berbicara dalam hal ini ekspresi lisan cenderung kurang berstruktur, lebih sering berubah-ubah, tidak tetap dan lebih kacau serta membingungkan dibandingkan tulisan. Si pembicara memikirkan ide-idenya sambil berbicara dan kerapkali lupa bagaimana terjadinya suatu kalimat lama sebelum menyelesaikannya.
Jadi berdasarkan pengalaman di atas, kegiatan berbicara dan bercerita memerlukan pembiasaan terutama sejak dini. Dalam hal ini pembiasaan pada siswa tingkat SMA. Pembiasaan ini dapat dilakukan oleh guru bahasa Indonesia dalam pembelajaran keterampilan berbicara di kelas. Siswa dibiasakan untuk berbicara di depan kelas melalui cerita-cerita yang dialaminya sendiri. Pembiasaan ini diharapkan dapat membuat siswa terlatih berbicara tanpa malu-malu dan terstruktur serta mudah dipahami oleh pendengarnya.
Pembiasaan ini harus dilalukan secara rutin dan terprogram agar pembelajaran keterampilan berbicara melalui bercerita tentang pengalaman siswa lebih terarah dan jelas sehingga mendapatkan hasil yang maksimal dari dalam diri siswa dan merupakan keahlian yang dapat dikembangkan suatu saat nanti.

B. Isi
Berbicara adalah beromong, bercakap, berbahasa, mengutarakan isi pikiran, melisankan sesuatu yang dimaksudkan (KBBI, 2005:165) Menurut Tarigan (2008:16), menjelaskan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide yang dikombinasikan. Menurut Djago Tarigan dkk (1998:34), menjelaskan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata secara lisan untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan untuk menyampaikan pesan.

B. 1. Pembelajaran Berbicara merupakan Sebuah Keterampilan Bahasa
Berbicara merupakan salah satu keterampilan bahasa yang merupakan seni tentang berbicara yang merupakan sarana komunikasi dengan bahasa lisan meliputi proses penyampaian pikiran, ide, gagasan dengan tujusan melaporkan, menghibur, atau meyakinkan orang lain. Keterampilan ini harus dilatih secara terus-menerus agar memeroleh hasil yang maksimal. Terampil berbicara ini dapat dimiliki seseorang secara alami atau pun dengan latihan khusus. Terampil berbicara yang dimiliki seseorang secara alami apabila tidak dilatih dengan baik maka keterampilannya pun akan sia-sia. Seseorang tidak akan tahu bakat yang dimilikinya apabila tidak diberitahu dan diberikan pengarahan. Jadi untuk menemukan bakat yang dimiliki juga butuh penilaian orang lain dalam hal ini guru.
Bagi seseorang yang memang sudah terlatih dan terampil berbicaranya, berbicara merupakan salah satu kenikmatan hidup dan dilakukan dengan senang hati. Berbeda dengan belum yang terampil, maka akan terasa kikuk untuk bicara dan akhirnya lebih memilih diam dan dianggap bodoh daripada membuka mulut.
Menurut Larry King (2013: 1) berbicara seperti main golf, mengendarai mobil, atau mengelola toko, semakin sering dilakukan, semakin mahir dan semakin senang melakukannya tetapi harus mengetahui dasar-dasarnya terlebih dahulu. Begitu pula dengan seseorang yang mempunyai bakat alami pun harus dapat mengembangkan bakatnya dan mengubah bakat tersebut menjadi menjadi suatu keahlian dengan melalui pembiasaan atau latihan demi latihan.

B.2. Hubungan keterampilan Berbicara dengan Keterampilan Bahasa Lainnya
Menurut Tarigan (2008:3) berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang didahului dengan keterampilan menyimak. Berbicara berhubungan erat dengan perkembangan kosakata yang diperoleh sang anak, melalui kegiatan menyimak dan membaca. Menurut Greene dan Petty 1971 : 39-40 dalam Tarigan (2008:3-4) bahwa kegiatan berbicara yang efektif banyak persamaannya dengan yang dibutuhkan bagi komunikasi efektif dalam keterampilan-keterampilan berbahasa yang lainnya itu.
Uraian yang sama disampaikan oleh Tarigan, dkk (1997 : 13), yakni mereka berpendapat bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain. Dua pengertian di atas pada dasarnya sama saja, yakni berbicara merupakan keterampilan atau kemampuan untuk menyampaikan pesan berupa pikiran, gagasan dan perasaan melalui bahasa lisan kepada orang lain. Dengan kata lain pandai berbicara dapat diperoleh dari merekam pesan dari orang lain.
Menurut Tarigan (2008:4) ada kaitan yang sangat erat antara berbicara dan menyimak, yaitu:
a. Ujaran biasanya diperoleh melalui menyimak dan meniru (Imitasi).
b. Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari biasanya ditentukan oleh perangsang (stimulus) yang ditemui dan kata-kata yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam menyampaikan ide-ide atau gagasan.
c. Ujaran mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempat tinggal.akan lebih tepat
d. Seseorang yang lebih muda akan lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit tinimbang kalimat-kalimat yang dapat diucapkan.
e. Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
f. Bunyi atau suara merupakan faktor penting dalam meningkatkan cara pemakaian kata.
g. Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga (visual aids) akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak.
Keterampilan berbicara amat berkorelasi keterampilan bahasa lainnya kita diantaranya memilliki keterampilan berbicara yang baik, tentu saja amat erat kaitannya dengan keterampilan menyimak (konsep, informasi, opini) yang kita lakukan. Umumnya seorang pembicara yang andal mampu melakukan hal tersebut, di samping keterampilan membaca atas hal di atas. Di sisi lain, pada hakikatnya seorang pembicara juga memiliki keterampilan menulis yang mumpuni. Pembicara yang baik tentu saja dapat memberikan contoh agar dapat ditiru oleh penyimak yang baik. Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan yang disampaikan.
Berbicara dan menyimak merupakan kegiatan berbahasa lisan yang saling berkaitan dengan lambang bunyi bahasa. Bila kita menyampaikan gagasan secara lisan, informasi disampaikan melalui suara atau bunyi bahasa, sedangkan bila kita menyimak gagasan atau informasi. melalui ucapan atau suara juga sebagai medianya.
Dalam praktik kehidupan sehari-hari kegiiatan berbicara dan menyimak merupakan dua keterampilan berbahasa yang saling terkait. Kegiatan berbicara selalu disertai kegiatan menyimak, demikian pula kegiatan menyimak akan didahului kegiatan berbicara, meski subjek pelakunya berbeda. Hal itu menandakan bahwa kedunya amat penting dalam proses komunikasi.
Selain itu keterampilan berbicara juga berkaitan erat dengan keterampilan membaca. Dalam buku Tarigan (2008:5) bahwa perkembangan berbahasa lisan dan kesiapan baca sangat memperlihatkan adanya hubungan yang sangat erat meskipun keterampilan berbicara dan membaca berbeda dalam sifat, sarana, dan fungsi.
Kegiatan berbicara bersifat produktif, ekspresif melalui sarana bahasa lisan dan berfungsi sebagai penyebar informasi, sedangkan kegiatan membaca bersifat reseptif melalui sarana bahasa tulis dan berfungsi sebagai penerima informasi.
Namun, kita mengetahui bila mayoritas bahan pembicaraan sebagian besar diperoleh melalui kegiatan membaca. Semakin banyak membaca semakin banyak informasi yang diperoleh seseorang hingga akhirnya bisa menjadi bekal utama bagi yang bersangkutan untuk mengekspresikan kembali informasi yang diperolehnya antara lain melalui berbicara.
Jadi keterampilan berbicara merupakan kegiatan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan yang diperoleh dari keterampilan menyimak dan membaca sehingga memperoleh perkembangan kosakata yang diperolehnya serta memerlukan latihan secara terus-menerus agar berkembang dan menjadi sebuah keahlian yang dimiliki sehingga tercipta komunikasi yang efektif.
Sesuai keterangan di atas bahwa untuk menjadi pembicara yang baik maka harus menjadi penyimak dan pembaca yang baik. Berbicara sangat erat hubungan dengan menyimak dan membaca. Penyimak yang baik akan cepat merekam apa yang diutarakan lawan bicaranya sehingga setelah menjadi penyimak diharapkan akan mendapatkan kosakata baru yang akan digunakan bila menjadi pembicara begitu pula hal dengan pembaca, semakin banyak yang dibaca maka akan semakin banyak pula kosakata yang diperoleh.
Pembicara yang baik tentu akan bersifat komunikatif terhadap lawan bicara. Dalam penyampaian gagasan atau ide pembicara harus memperhatikan siapa penyimak dari pembicaraan tersebut, supaya materi yang disampaikan dapat diterima secara berimbang. Dalam kegiatan berbicara tentu terdapat hal yang mendasari di dalamnya, terdapat beberapa prinsip pokok, antara membutuhkan paling sedikit dua orang, menggunakan bahasa yang dipahami bersama, mengakui atau menerima daerah referensi umum, merupakan proses tukar pikiran antarpartisipan, peyampaian gagasan dengan tujuan melaporkan, menghibur, dan meyakinkan seseorang. Tujuan dari penyampaian gagasan atau ide dalam keterampilan berbicara adalah untuk memperoleh respon atau tanggapan dari lawan bicara.

B.3 Pembiasaan Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara yang baik dan benar ketika dibutuhkan tidak terjadi dengan sendirinya, butuh latihan dan pembiasaan. Kata-kata mengalir lancar, bahasa tubuh begitu sempurna, dan tampil begitu percaya diri. Semua itu bukan hasil latihan semalam, melainkan hasil latihan yang cukup lama.
Di dalam lingkungan pendidikan, para siswa dituntut terampil berbicara dalam proses pembelajaran. Para siswa harus mampu mengutarakan gagasannya. Mereka juga harus dapat menjawab pertanyaan atau mengajukan pertanyaan dengan baik selama pembelajaran berlangsung. Ketika melaksakan diskusi, para siswa dituntut terampil mengemukakan pendapat, mempertahankan pendapat, menyanggah pendapat siswa lain, atau mempengaruhi siswa lain agar mengikuti alur pemikirannya. Sudah menjadi tugas seorang guru untuk melatih keterampilan berbicara siswa dalam proses pembelajaran. Siswa-siswa dilatih agar biasa dan terampil berbicara depan umum minimal depan kelas.
Banyak cara yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan berbicara. Berikut beberapa diantaranya :
• Biasakan berbicara di depan orang banyak. Banyak orang berusaha menghindar ketika diminta berbicara di depan orang banyak dengan berbagai alasan. Padahal, jika dibiasakan maka berbagai alasan menghindar itu bisa teratasi. Saya masih ingat ketika SMP ikut lomba pengucapan janji siswa di hadapan guru dan ditonton banyak siswa lainnya. Deg-degan luar biasa, keringat dingin mengalir deras, tapi karena terpaksa akhirnya naik juga. Dari pengalaman pertama itu membuat penampilan berikutnya di depan orang banyak bisa lebih percaya diri. Baik itu menyampaikan pidato atau melakukan presentasi.
• Banyak berdiskusi dengan orang lain. Kumpul dengan teman-teman dan mendiskusikan topik tertentu bisa juga mengasah kemampuan bicara. Asalkan mau ikut aktif dalam diskusi dan tidak jadi pendengar saja.
• Aktif di organisasi. Organisasi yang diikuti siswa dapat melatih keterampilan berbicara, diantaranya Organisasi Siswa Intra Sekolah, pramuka, paskibra atau ekskul lainnya. Aktif di organisasi dan menjadi pengurus mau tidak mau harus berbicara di depan umum.
• Bergaul dengan orang lain. Bagi yang mempunyai kebiasaan bergaul biasanya memiliki kemampuan berbicaranya yang cukup bagus dibanding yang tidak biasa bergaul.

B.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Berbicara
Sebagian besar kegiatan kita adalah berbicara baik dalam situasi resmi/formal maupun non resmi/tidak formal. Berbicara dalam situasi nonresmi/tidak formal biasanya hampir tidak masalah berbeda dengan berbicara dalam situasi resmi atau formal. Ada sebagian orang yang belum terbiasa berbicara dalam situasi resmi atau formal.
Tugas seorang guru bahasa Indonesia adalah menyiapkan siswanya dalam pembelajaran bahasa Indonesia untuk dapat melatih siswanya berbicara. Siswa diharapkan memperhatikan kefektifan berbicaranya.
Menurut Arsjad dan Mukti (1993: 17-20) mengemukakan bahwa untuk menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara harus menguasai masalah yang sedang dibicarakan, dan harus berbicara dengan jelas dan tepat. Beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk keefektifan berbicara adalah :
1. Faktor kebahasaan
Faktor kebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara, meliputi:
a. Ketepatan ucapan, pengucapan bunyi-bunyian harus tepat, begitu juga dengan penempatan tekanan, durasi, dan nada yang sesuai.
b. Pemilihan kata atau diksi, harus jelas, tepat dan bervariasi sehingga dapat memancing kepahaman dari pendengar.
c. Ketepatan sasaran pembicara, pemakaian kalimat atau keefektivan kalimat memudahkan pendengar untuk menangkap isi pembicaraan.
Penilaian dari faktor kebahasaan meliputi:
a) Ucapan,
b) Tata bahasa,
c) Kosa kata,

2. Faktor non kebahasaan,
a. Sikap yang tidak kaku
b. Kesediaan menghargai pendapat,
c. Pandangan ke pendengar,
d. Gerak-gerik atau mimik tepat,
e. Kenyaringan suara,
f. Kelancaran berbicara,
g. Penguasaan topik.

Penilaian dari faktor non kebahasaan meliputi:
a. ketenangan,
b. volume suara,
c. kelancaran,
d. pemahaman.

B. 5 Pembelajaran Keterampilan Berbicara dengan Pembiasaan Bercerita Pengalaman Siswa
Setelah mengetahui bahwa berbicara merupakan salah satu keterampilan bahasa, kemudian berbicara juga berkaitan erat dengan keterampilan bahasa lainnya, serta faktor-faktor yang memengaruhi efektifitas berbicara, terakhir adalah latihan siswa agar mereka terbiasa berbicara depan kelas dan akhirnya pandai berbicara melalui pembiasaan bercerita tentang pengalaman siswa itu sendiri.
Seorang guru bahasa Indonesia haruslah kreatif dalam melatih siswanya untuk terampil berbicara di depan kelas. Ada banyak metode untuk melatih siswa dalam berbicara, diantaranya latihan debat, latihan bertanya, pidato, diskusi, negosiasi, bercerita atau yang lainnya.
Dalam keseharian siswa kegiatan berbicara yang secara tidak sadar dilakukan adalah bercerita. Siswa senang sekali bercerita, bercerita mengenai pengalamannya yang baru saja terjadi atau yang telah lama terjadi. Sering kita temukan dalam pembelajaran dalam kelas ketika guru mengajar atau menerangkan siswa juga sibuk bercerita dengan temannya. Sayangnya, ketika siswa disuruh maju ke depan, siswa akan terlihat gugup dan kaku. Guru yang kreatif harus pandai mensiasati situasi ini agar dibalik cerita-cerita siswa akan dapat mengembangkan keterampilan berbicaranya.
Guru dapat membiasakan kepada siswanya pada saat sebelum kegiatan belajar dimulai. Guru menunjuk siswa secara bergantian untuk bercerita tentang pengalamannya boleh yang baru saja terjadi atau yang telah lama. Kemungkinan pada awalnya siswa akan canggung, kaku, gugup, serba salah atau yang ekspresi lainnya, biarkan saja. Terpenting adalah siswa dapat berbicara meski ujarannya belum terstruktur dengan baik.
Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain. Bercerita dalam konteks komunikasi dapat dikatakan sebagai upaya mempengaruhi orang lain melalui ucapan dan penuturan tentang suatu (ide) pengalaman. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa pengertian metode bercerita adalah upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa siswa melalui pendengaran, kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih keterampilan siswa dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan.
Kurikulum 2013 mengedapankan 5 M dalam kegiatan pembelajarannya yaitu mengamati, mempertanyakan, mengeksplorasi, mengasosiasi, dan terakhir mengomunikasikan. Jadi siswa diharapkan dapat mengomunikasikan tiap materi dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada tahap terakhir pembelajaran baik secara lisan atau tulisan. Dengan demikian siswa dituntut untuk terampil berbicara di depan teman-temannya. Oleh karena itu, guru akan melatih siswa sebelum pembelajaran dimulai terlebih dahulu siswa bercerita secara bergantian .
Contoh pembelajarannya adalah sebagai berikut:
Kegiatan Pendahuluan
1. Guru mendata kehadiran siswa
2. Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk pelajaran yang diberikan.
3. Guru mempersilakan siswa untuk bercerita pengalaman baik yang menarik, menyenangkan, menyedihkan atau menyebalkan sekalipun sebanyak 5 siswa.
4. Guru mempersilakan siswa yang lain merespon gaya bicara, kosakata, penampilan, bahasa yang digunakan siswa yang mendapatkan kesempatan berbicara
5. Guru memulai pembelajaran sesuai program materi
6. Siswa merespon pertanyaan dari guru berhubungan dengan kondisi dan pembelajaran
7. Siswa menerima informasi tentang keterkaitan pembelajaran sebelumnya dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan
8. Siswa menrima pengarahan bahwa melalui tema pembelajaran ini agar dapat mengembangkan sikap santun, jujur, kerja sama, tanggung jawab, dan cinta damai.

Kegiatan Inti
Mengamati
9. Siswa membaca teks yang diberikan guru dan yang terdapat dalam buku teks
10. Siswa secara berkelompok mencermati uraian yang berkaitan dengan struktur teks.
11. Siswa mendengarkan pembacaan contoh teks yang diberikan guru atau yang terdapat dalam buku teks.
12. Siswa secara berkelompok mencermati ciri-ciri teks berdasarkan isi dan strukturnya.

Mempertanyakan
13. Siswa secara berkelompok mempertanyakan struktur teks
14. Siswa secara berkelompok mempertanyakan ciri-ciri teks berdasarkan isi dan strukturnya.
15. Siswa secara berkelompok membuat pertanyaan yang berhubungan dengan isi teks

Mengekplorasi
16. Siswa secara kelompok berdiskusi untuk menemukan struktur teks
17. Siswa secara kelompok berdiskusi untuk menemukan ciri-ciri berdasarkan isi dan strukur teks
18. Siswa secara kelompok berdiskusi menjelaskan makna kata, istilah, ungkapan dalam teks

Mengasosiakan
19. Siswa secara kelompok berdiskusi untuk menyimpulkan hasil temuan terkait dengan struktur dan ciri teks
20. Siswa secara kelompok berdiskusi untuk menyimpulkan hasil temuan terkait dengan makna kata, istilah, ungkapan dalam teks

Mengomunikasikan
21. Siswa secara kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok
22. Siswa lain menanggapi presentasi teman/kelompok lain secara santun, kritis dan bertanggung jawab.

Kegiatan Penutup
23. Siswa bersama guru menyimpulkan hasil pembelajaran terkait dengan teks
24. Siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan
25. Siswa menjawab pertanyaan tentang teks yang diberikan guru atau buku paket
26. Siswa mengerjakan tugas-tugas tabahan terkait.
27. Siswa menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut pembelajaran.
Demikian rancangan program pembelajaran dibuat untuk pembelajaran di kelas sekaligus melatih siswa berbicara. Lihat pada kegiatan pendahuluan, pada kegiatan pendahuluan guru melatih berbicara siswa dengan pembiasaan bercerita pengalaman siswa itu sendiri
.

C. Simpulan
Keterampilan berbicara merupakan keterampilan bahasa yang juga berkorelasi dengan keterampilan bahasa lainnya. Setiap manusia dalam aktivitasnya hampir melakukan aktivitas berbicara baik situasi formal maupun tidak formal. Setiap manusia juga memiliki pengalaman dalam hidupnya dan hampir sebagian mereka bercerita tentang pengalamannya baik itu menyedikan, menyenangkan, mengesalkan atau pengalaman lainnya.
Guru bahasa Indonesia harus peka terhadap situasi ini sehingga dapat melatih siswanya untuk dapat mengembangkan keterampilan berbicara melalui pembiasaan bercerita pengalamannya. Melalui pembiasaan dalam proses belajar di kelas pada setiap materi pembelajaran diharapkan kemampuan berbicaranya menjadi lebih baik dan terbiasa berbicara di depan teman-temannya.
Melatih keterampilan berbicara siswa dengan memperhatikan faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan serta tidak lupa selalu memotivasi siswa untuk selalu percaya diri dalam berbicara depan teman-temannya. Latihan yang bisa dilakukan secara pribadi adalah membiasakan diri untuk bergaul, berdiskusi antar teman dan berorganisasi serta terbuka untuk dikritik oleh teman-temannya atas penampilannya dalam berbicara.

DAFTAR RUJUKAN
Arsjad, Maidar G dan Mukti U.S. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Gilbert, Larry King Bill. 2013. Seni Berbicara kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Di Mana Saja. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

http://www.kirmansyam.com/cara-melatih-keterampilan-berbicara, diunduh tanggal 15 Januari 2015 pada pukul 14.00 WIB

Leave a comment